This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 30 Juli 2013

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) DI MADRASAH TSANAWIYAH DARUL ULUM DESA SRIKANDANG KEC. BANGSRI KAB. JEPARA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

  1. IDENTIFIKASI
Pendidikan merupakan beberapa rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan dasar dan kemampuan belajar sehingga terjadilah perubahan didalam kehidupan pribadinya, sehingga sebagai mahluk individual, social, serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana dia hidup. Proses tesebut senantiasa berada di dalam nilai nilaiyang melahirkan norma norma hidup.
Pada dasarnya pendidikan itu ada sejak adanya manusia itu sendiri, karena pendidikan berlangsung seumur hidup, yaitu sejak dari buaian hingga liang lahat. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
اُØ·ْÙ„ُبُ الْعِÙ„ْÙ…َ Ù…ِÙ†َ المْÙ€َÙ‡ْدِÙ‰ اِلىَ الحَّÙ€َدِÙ‰
Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat..
Orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama dalam membantu mengembangkan potensi anak-anaknya. Orang tua dikatakan sebagai pendidik pertama, karena orang tua-lah yang pertama mendidik anaknya sejak dilahirkan. Dikatakan sebagai pendidik utama, karena pendidikan yang diberikan orang tua merupakan dasar dimulainya proses pendidikan yang sangat menentukan perkembangan anak selanjutnya. Orang tulah yang paling besar tanggung jawabnya terhadap pendidikan anak-anaknya.
Oleh karena itu, orang tua yang terdiri dari ayah dan ibu bertanggungjawab terhadap pendidikan anak-anaknya. Orang tua yang mengirimkan anaknya ke sekolah pada umumnya bertujuan agar anak mendapat pengetahuan, keterampilan dan sikap yang lebih baik. Akan tetapi, meskipun anak mempunyai kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah tapi kemampuan untuk belajar tidaklah sama, dikarenakan keberhasilan belajar anak di sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Salah satunya adalah faktor pendidikan dalam keluarga (lembaga informal). Pendidikan yang diterima anak dipengaruhi oleh sikap, pandangan, nilai-nilai dan juga latar belakang pendidikan orang tuanya. Orang tua menjadi tokoh identifikasi (idola) bagi anak-anaknya sehingga sering kali anak mengatakan saya ingin seperti ayah atau ibu. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua harus dapat menjadi panutan bagi anak-anaknya. Selain hal itu, juga menyebabkan rasa bangga dan akan menjadi semacam cita cita bahwa anak akan belajar dengan baik sehingga nantinya bisa mendapatkan jenjang pendidikan yang lebih baik daripada orang tua mereka.
Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi biasanya memiliki cita-cita yang tinggi pula terhadap pendidikan anak-anaknya. Mereka menginginkan pendidikan anak-anaknya lebih tinggi atau setidaknya sama dengan pendidikan orang tua mereka. Cita-cita dan dorongan ini akan mempengaruhi sikap dan perhatiannya terhadap keberhasilan anak-anaknya di sekolah. Melalui proses pendidikan yang pernah dijalaninya orang tua yang berpendidikan tinggi akan memiliki wacana pengetahuan, keterampilan yang luas dan kemampuan emosi yang dapat membantu memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh anak, baik itu yang berkaitan dengan pergaulan anak ataupun pelajaran di sekolah.
Hal itu tentunya akan berbeda sekali dengan orang tua yang memiliki latar belakang pendidikan yang rendah. Sebab kapasitas pengetahuan yang dimiliki, sehingga kemampuan dalam mengasuh dan juga mendidik anak, bisa menjadi kurang baik walaupun tidak semua orang tua yang berpendidikan rendah dapat dikatakan demikian. Sebab ada juga kemungkinan orang tua yang berpendidikan rendah dapat juga bersifat positif terhadap pendidikan anaknya, namun hal tersebut belumlah cukup ditunjang dengan kemampuan pendidikan yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan anak sehingga kurang menunjang pula dalam meningkatkan belajar anaknya.
  1. ASUMSI
Berdasarkan uraian masalah diatas dapat diasumsikan bahwa kesadaran akan pentingnya pendidikan orang tua banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, akan semakin tinggi pula tingkat keadaran akan pendidikan.
Dengan demikian kesadaran yang tinggi kepada pentingnya pendidikan itu akan berdampak pada anak yang akan menginspirasikan orang tuanya sebagai rule model, dan akan menjadi motivasi yang positif kepada anak.
  1. HIPOTESIS
Dari asumsi dan uraian masalah yang dibahas diatas dan melalui data sederhana didapat dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dapat ditarik hipotesis bahwa :
a.       Terdapat pengaruh yang signifikan pendidikan orang tua terhadap minat belajar siswa pada mata pelajaran sejarah kebudayaan islam (ski) di Madrasah Tsanawiyah Darul Ulum Desa Srikandang Kec. Bangsri Kab. Jepara.
b.      Tidak ada pengaruh yang signifikan pendidikan orang tua terhadap minat belajar siswa pada mata pelajaran sejarah kebudayaan islam (SKI) di Madrasah Tsanawiyah Darul Ulum Desa Srikandang Kec. Bangsri Kab. Jepara.
Berdasarkan hipotesis  yang didapat, maka peneliti berminat untuk mengangkat permasalahan tersebut untuk dilakukan penelitian secra komprehensif dan dikembangkan menjadi sebuah penelitian yang bersifat ilmiah dalam bentuk skripsi dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan.
  1. JUDUL

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI) DI MADRASAH TSANAWIYAH DARUL ULUM DESA SRIKANDANG KEC. BANGSRI KAB. JEPARA ”.

PEMERINTAHAN YANG BERSIH, BERWIBAWA DALAM ERA OTONOMI DAERAH

PEMERINTAHAN YANG BERSIH, BERWIBAWA DALAM ERA OTONOMI DAERAH

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelengarakan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 18 UUD 1945 dan perubahannya menyatakan pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang.
Secara anatomis, urusan pemerintah dibagi dua yakni absolut yang merupakan urusan mutlak pemerintah pusat (hankam, moneter, yustisi, politik luar negeri, dan agama), serta Concurrent (urusan bersama pusat, provinsi dan kabupaten/kota). Urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota. Pemerintah pusat berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur, monitoring dan evaluasi, supervisi, fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional. Pemerintah provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternal regional, dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal. Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar; sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah disesuaikan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Republik Indonesia.
Namun, ditengah pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah dilaksanakan tersebut terdapat pertanyaan apakah pelaksanaanya akan lancar hingga akan membawa dampak positif bagi daerah tersebut atau malah pelaksanaan Ontonomi Daerah tersebut akan berjalan dengan kacau sehingga malah akan membuat daerah tersebut semakin terpuruk. Oleh karena itu, perlu ditelaah dengan lebih lanjut bagaimana pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, karena pelaksanaan Otonomi Daerah merupakan sesuatu yang vital bagi jalannya roda pemerintahan.









BAB II
PEMBAHASAN

OTONOMI DAERAH PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH
(GOOD & CLEAN GOVERNANCE)

A.    Pengertian Otonomi Daerah Pengertian atau Definisi Otonomi Daerah           
Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf (h) UU NOMOR 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah). Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i) UU NOMOR 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).

  1. Visi Otonomi Daerah
Politik: Harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya Kepala Pemerintahan Daerah yang dipilh secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsife; Ekonomi: Terbukanya peluang bagi pemerintah di daerah mengembangkan kebijakan regional dan local untuk mengoptimalkan lpendayagunaan potensi; Sosial: Menciptkan kemampuan masyarakat untukmerespon dinamika kehidupan di sekitarnya.
B. Pemerintahan Yang Baik Dan Bersih (Good & Clean Governance)
a. Pengertian Good Governance
Good and clean governance memiliki pengertian segala hal yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhiurusan public untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam khidupan sehari-hari.Di Indonesia, good governance dapat diartikan sebagai pemerintahan yang baik,bersih, dan berwibawa. Maksudnya baik yaitu pemerintahan negara yang berkaitan dengansumber social, budaya, politik, serta ekonomi diatur sesuai dengan kekuasaan yangdilaksanakan masyarakat. sedangkan pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yangefektif, efesien, transparan, jujur, dan bertnggung jawab.Good and clean governance dapat terwujud secara maksimal apabila unsur negara danmasyarakat madani (yang di dalamnya terdapat sector swasta) saling terkait. Syarat atau ketentuan agar pemerintahan bisa berjalan dengan baik yaitu : bisa bergerak secara sinergis,tidak saling berbenturan atau berlawanan dan mendapat dukungan dari rakyat,pembangunan dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam hal biaya dan waktu.
UUD 1945, Yang mengandung tata cara dasar yang mengatur kehidupan kebangsaan dan kenegaraan, memberi kesempatan yang paling besar bagi kelancaran dan kelangsungan pembangunan bangsa Indonesia. Penghormatan dan pengamalan UUD sesungguhnya merupakan syarat mutlak bagi kekukuhan suatu bangsa.
b.  Prinsip-prinsip Pokok Good & Clean Governance
Dalam Good and Clean Governance, terdapat asas-asas yang perlu diperhatikan,yaitu :
Selain itu, kembali menurut UNESCAP, Konsep Good Governance (pemerintahan yang bersih dan berwibawa) mempunyai 8 ciri-ciri umum, antara lain
1. Partisipasi (Participation)
 Partisipasi oleh pria dan wanita adalah pedoman kunci good governance. Partisipasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui perwakilan- perwakilan atau institusi- institusi perantara yang sah. Penting untuk ditunjukkan bahwa dalam demokrasi perwakilan tidak selalu berarti kekuatiran pihak- pihak yang paling lemah dalam masyarakat akan selalu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan. Partisipasi perlu untuk disebar luaskan pada masyarakat dan di organisasi masyarakat. Ini berarti kebebasan berserikat dan menyatakan pendapat pada satu sisi dan masyarakat sipil pada sisi yang lain.

2. Tegaknya hukum (Rule of law)
Good governance memerlukan kerangka kerja hukum yang adil yang penegakan hukumnya dilaksanakan secara menyeluruh dan tidak sepotong- sepotong. Hal tersebut juga memerlukan perlindungan penuh terhadap hak-hak asasi manusia, lebih khusus lagi kepada kaum minoritas. Penegakkan hukum yang menyeluruh memerlukan peradilan yang bebas dan kepolisian yang bebas dari korupsi.
3. Transparansi (Transparency)
Transparansi berarti bahwa keputusan-keputusan yang diambil dan pelaksanaannya dilakukan dalam tata cara yang sesuai dengan peraturan- peraturan dan regulasi-regulasi. Hal tersebut juga berarti bahwa informasi tersedia secara bebas dan dapat diakses secara langsung oleh pihak- pihak yang akan dipengaruhi oleh keputusan-keputusan dan pelaksanaannya. Hal tersebut juga berarti bahwa informasi yang cukup tersedia dan disediakan dalam bentuk dan media yang mudah untuk dipahami.
4. Sikap tanggap (Responsiveness)
Good governance memerlukan institusi- institusi dan proses- proses yang melayani semua pihak yang berkepentingan dalam kurun waktu yang masuk akal atau pantas.
5. Orientasi pada kesepakatan (Consensus oriented)
 Terdapat beberapa pelaku dan sudut pandang dalam masyarakat. Good governance memerlukan mediasi kepentingan- kepentingan dalam masyarakat untuk mencapai kesepakatan yang luas tentang apa yang menjadi kepentingan paling utama seluruh anggota masyarakat dan bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Hal tersebut juga memerlukan suatu perspektif jangka panjang yang luas tentang apa yang diperlukan dalam pembangunan manusia yang berkelanjutan dan bagaimana mencapai tujuan- tujuan pembangunan tersebut. Kesepakatan tersebut hanya dapat dihasilkan dari pengertian dalam konteks historis, budaya dan sosial masyarakat atau komunitas.
6. Kesetaraan dan Inklusifitas (Equity and inclusiveness)
Suatu kestabilan masyarakat tergantung pada kemampuannya memastikan semua anggotanya merasa bahwa mereka mempunyai peranan didalamnya dan tidak merasa disisihkan dari arus utama kehidupan masyarakat. Hal tersebut mengharuskan semua anggota kelompok terutama golongan yang paling lemah mempunyai kesempatan- kesempatan untuk meningkatkan atau memelihara kestabilan.
7. Efektifitas dan efisiensi (Effectiveness and efficiency)
Good governance berarti bahwa proses- proses dan institusi- institusi menghasilkan hal yang memenuhi kebutuhan- kebutuhan masyarakat ketika menggunakan sumber daya yang dimilikinya secara tepat guna. Konsep efisiensi dalam konteks good governance juga mencakup penggunaan sumber- sumber daya alam secara bijaksana dan perlindungan lingkungan.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah kebutuhan kunci untuk (mewujudkan) good governance. Tidak hanya institusi- institusi pemerintah tetapi juga organisasi- organisasi sektor swasta dan masyarakat sipil harus akuntabel terhadap masyarakat dan para pemegang kepentingan dalam institusi mereka. ‘Siapa yang akuntabel terhadap siapa’, bervariasi tergantung pada apakah keputusan- keputusan atau tindakan- tindakan yang diambil termasuk internal atau eksternal pada suatu organisasi atau institusi. Secara umum suatu organisasi atau institusi (seharusnya) akuntabel pada siapa yang akan dipengaruhi oleh keputusan- keputusan atau tindakan- tindakannya. Akuntabilitas tidak dapat diterapkan tanpa transparansi dan tegaknya hukum.
Namun dalam pengertian tata pemerintahan yang baik menurut seminar tentang Otonomi daerah Indonesia 2001, terdapat dua poin lebih banyak dibanding faktor-faktor yang dikemukakan oleh UNESCAP diatas. Kedua faktor tersebut adalah pengawasan dan profesionalisme. Namun secara garis besar, pengertian dari kedua sumber diatas tidaklah berbeda.
9. Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yangakan dating. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi good and clengovernance. Dengan kata lain, kebijakan apapun yang akan diambil saat ini, harusdiperhitungkan akibatnya untuk sepuluh atau duapuluh tahun ke depan

.
c.  Good and Clean Governance dan Kontrol Sosial
Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-prinsippokok good and clean governance, setidaknya dapat dilakukan melalui prioritas program:
1.      penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan.
2.      kemandirian lembaga peradian.
3.      profesionalitas dan integritas aparatur pemerinrtah.
4.      penguatan partisipasi masyarakat madani.
5.      peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.Dengan pelaksanaan otonomi daerah, pencapaian tingkat kesejahteran dapatdiwujudkan secara lebih tepat yang pada akhirnya akan mendorong kemandirianmasyarakat.
d.  Good and Clean Governance dan Gerakan Anti korupsi
Korupsi merupakan permasalahan besar yang merusak keberhasilan pembangunannasional. Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatnguna meraih keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara secara spesifik.Korupsi menyebabkan ekonomi menjadi labil, politik yang tidak sehat, dan kemerosotanmoral bangsa yang terus menerus merosot.
Jeremy Pope mengemukakan bahwa korupsi terjadi jika peluang dan keinginanberada dalam waktu yang bersamaan. Peluang dapat dikurangi dengan cara mengadakanperubahan secara sistematis. Sedangkan keinginan dapat dikurangi denagn caramembalikkan siasat “laba tinggi, resiko rendah” menjadi “laba rendah, resiko tinggi”: dengan cara menegakkan hukum dan menakuti secara efektif, dan menegakkan mekanismeakuntabilitas.Penanggulangan korupsi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.      adanya political will dan political action dari pejabat negara dan pimpinan lembagapemerintahan pada setiap satuan kerja organisasi untuk melakukan langkah proaktif pencegahan dan pemberantasan tindakan korupsi.
2.      penegakan hukum secara tegas dan berat ( mis. Eksekusi mati bagi para koruptor)
3.      membangun lembaga-lembaga yang mendukung upaya pemberantasan korupsi.
4.      membangun mekanisme penyelenggaran pemerintahan yang menjaminterlaksankannya praktik good and clean governance.
5.      memberikan pendidikan antikorupsi, baik dari pendidikan formal atau informal
6.      gerakan agama anti korupsi yaitu gerakan membangun kesadaran keagamaan danmengembangkan spiritual antikorupsi.
e.  Good and Clean Governance dan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik
Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat,dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan/ atau kepentinganmasyarakat.Beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan dan penerapan good and clean governance di Indonesia.
f.  Good and Clean Governance Dalam Islam
Dalam system pemerintahan islam, Imam (Khalifah) Mempunyai kawajiban mensejahtrakan rakyatnya dengan segala cara yang di atur oleh syariat, salah satunya adalah dengan memberikan subsidi atau pemberian yang meringankan beban hidup rakyat, subsidi secara umum terbagi dua macam.
1.      Pemberian, Yaitu harta yang di berikan oleh imam dari baitul mal kepada orang-orang yang memiliki hak yang di berikan setiap tahunnya.
2.      Rizki, Yaitu harta yang di berikan oleh imam dari baitul mal kepada orang-orang yang memiliki hak yang di berikan setiap bulannya.




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Di dalam perjalanan otonomi daerah banyak terjadi dan penyimpangan otonomi daerah, banyaknya terjadi korupsi, pemindahan korupsi dari pusat ke daerah (terciptanya raja-raja kecil), birokrasi yang berbelit-belit tidak efektif dan membutuhkan waktu yang lama dan ini terjadi hampir di nagari di Sumbar. Dalam pelaksaaan otonomi daerah pemerintahan kita selalu berupaya untuk mewujudkan kondisi yang kondusif untuk tercapainya Good local governance. Upaya tersebut terlihat dengan di lakukanya penyempurnaan berbagai peraturan perundangan yang ada misalnya, UU No 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, UU No 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, UU No 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional, UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Good governance awalnya sebagai obat penawar yang di gunakan untuk menghilangkan penyakit korupsi yang semakin mengakar ini di tawarkan barat kepada negara berkembang yang rentan terjadi korupsi. Ibaratkan ketika badan kita panas maka yang terbayang oleh kita adalah Bodrex untuk mendinginkan badan tanpa kita sadari padahal panas badan kita di sebabkan kambuhnya ginjal, memang itu untuk sementara waktu Bodrex akan bekerja mendinginkan tubuh kita tapi penyakit ginjal tidak akan pernah sembuh dengan Bodrex. Ini terbukti ketika konsep Good Governance yang di kembangkan di Africa Selatan Gagal total, namun yang jelas Konsep Good Governance harus di sesuaikan dengan variasi lokal dalam nagari sehinga konsep tersebut sesuai di terapkan di nagari, Konsekuensinya nagari akan siap dengan Good Governace karena sesuai dengan nilai-nilai lokal di mana daerah itu berada. Pirnsip good govenance merupakan konsep-konsep yang erat kaitanya dengan pelayanan publik. Pelayanan publik yang selama ini di rasakan masyarakat belum bisa memberikan kemudahan dan kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri, banyak pelayanan publik yang di berikan kepada masyarakat tidak efesien dan tidak efektif serta tidak akuntabilitasnya tidak terjamin. Inti dari good governance sangat serderhana, pada hakikatnya good governance bagaimana memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik baiknya. Patologi dari good governance (penyakit dari birokrasi) adalah terjadinya pelayanan berbelit belit, tentu mnegunakan waktu yang cukup lama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kapan pelayanan dikatakan baik apabila. Satu pelayanan yang efesian artinya, adalah perbandingan yang terbalik antara input dan output yang di capai dengan input yang menimal maka tingkat efesiansi menjadi lebih baik. Input pelayanan dapat berupa uang, tenaga dan waktu dan materi yang di gunakan untuk mencapai output. Harga pelayanan publik harus dapat terjangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat. Kedua; pelayanan yang non-partisipan. Artinya adalah, sistem pelayanan yang memberlakukan penguna pelayan secara adil tanpa membedakan dan berdasarkan status sosial ekonomi, kesekuan etnik, agama kepartaian, latar belakang pengunaan pelayanan tidak boleh di jadikan pertimbangan dalam memberikan pelayanan. penyelengaraan pemberian pelayan berdasarkan pada prinsip equal before the law kesamaan dalam hukum dan pemerintahan. Ketiga; adalah efektif, responsif. Artinya adalah, tidak membutuhkan waktu yang lama dan tidak berbelit belit misalnya dalam mengurus KTP, kebanyakan kalau kita punya uang, maka mengurusnya lancar tapi kalau tidak di kasih uang ke pada petugas yang ada di nagari maka pelayanan yang di berikan sangat lama. Responsif artinya adalah, cepat tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.











DAFTAR PUSTAKA



PEMERINTAHAN YANG BERSIH, BERWIBAWA DALAM ERA OTONOMI DAERAH

PEMERINTAHAN YANG BERSIH, BERWIBAWA DALAM ERA OTONOMI DAERAH

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelengarakan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 18 UUD 1945 dan perubahannya menyatakan pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang.
Secara anatomis, urusan pemerintah dibagi dua yakni absolut yang merupakan urusan mutlak pemerintah pusat (hankam, moneter, yustisi, politik luar negeri, dan agama), serta Concurrent (urusan bersama pusat, provinsi dan kabupaten/kota). Urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota. Pemerintah pusat berwenang membuat norma-norma, standar, prosedur, monitoring dan evaluasi, supervisi, fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional. Pemerintah provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternal regional, dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal. Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar; sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah disesuaikan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Republik Indonesia.
Namun, ditengah pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah dilaksanakan tersebut terdapat pertanyaan apakah pelaksanaanya akan lancar hingga akan membawa dampak positif bagi daerah tersebut atau malah pelaksanaan Ontonomi Daerah tersebut akan berjalan dengan kacau sehingga malah akan membuat daerah tersebut semakin terpuruk. Oleh karena itu, perlu ditelaah dengan lebih lanjut bagaimana pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, karena pelaksanaan Otonomi Daerah merupakan sesuatu yang vital bagi jalannya roda pemerintahan.









BAB II
PEMBAHASAN

OTONOMI DAERAH PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH
(GOOD & CLEAN GOVERNANCE)

A.    Pengertian Otonomi Daerah Pengertian atau Definisi Otonomi Daerah           
Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf (h) UU NOMOR 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah). Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i) UU NOMOR 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).

  1. Visi Otonomi Daerah
Politik: Harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya Kepala Pemerintahan Daerah yang dipilh secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsife; Ekonomi: Terbukanya peluang bagi pemerintah di daerah mengembangkan kebijakan regional dan local untuk mengoptimalkan lpendayagunaan potensi; Sosial: Menciptkan kemampuan masyarakat untukmerespon dinamika kehidupan di sekitarnya.
B. Pemerintahan Yang Baik Dan Bersih (Good & Clean Governance)
a. Pengertian Good Governance
Good and clean governance memiliki pengertian segala hal yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhiurusan public untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam khidupan sehari-hari.Di Indonesia, good governance dapat diartikan sebagai pemerintahan yang baik,bersih, dan berwibawa. Maksudnya baik yaitu pemerintahan negara yang berkaitan dengansumber social, budaya, politik, serta ekonomi diatur sesuai dengan kekuasaan yangdilaksanakan masyarakat. sedangkan pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yangefektif, efesien, transparan, jujur, dan bertnggung jawab.Good and clean governance dapat terwujud secara maksimal apabila unsur negara danmasyarakat madani (yang di dalamnya terdapat sector swasta) saling terkait. Syarat atau ketentuan agar pemerintahan bisa berjalan dengan baik yaitu : bisa bergerak secara sinergis,tidak saling berbenturan atau berlawanan dan mendapat dukungan dari rakyat,pembangunan dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam hal biaya dan waktu.
UUD 1945, Yang mengandung tata cara dasar yang mengatur kehidupan kebangsaan dan kenegaraan, memberi kesempatan yang paling besar bagi kelancaran dan kelangsungan pembangunan bangsa Indonesia. Penghormatan dan pengamalan UUD sesungguhnya merupakan syarat mutlak bagi kekukuhan suatu bangsa.
b.  Prinsip-prinsip Pokok Good & Clean Governance
Dalam Good and Clean Governance, terdapat asas-asas yang perlu diperhatikan,yaitu :
Selain itu, kembali menurut UNESCAP, Konsep Good Governance (pemerintahan yang bersih dan berwibawa) mempunyai 8 ciri-ciri umum, antara lain
1. Partisipasi (Participation)
 Partisipasi oleh pria dan wanita adalah pedoman kunci good governance. Partisipasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui perwakilan- perwakilan atau institusi- institusi perantara yang sah. Penting untuk ditunjukkan bahwa dalam demokrasi perwakilan tidak selalu berarti kekuatiran pihak- pihak yang paling lemah dalam masyarakat akan selalu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan. Partisipasi perlu untuk disebar luaskan pada masyarakat dan di organisasi masyarakat. Ini berarti kebebasan berserikat dan menyatakan pendapat pada satu sisi dan masyarakat sipil pada sisi yang lain.

2. Tegaknya hukum (Rule of law)
Good governance memerlukan kerangka kerja hukum yang adil yang penegakan hukumnya dilaksanakan secara menyeluruh dan tidak sepotong- sepotong. Hal tersebut juga memerlukan perlindungan penuh terhadap hak-hak asasi manusia, lebih khusus lagi kepada kaum minoritas. Penegakkan hukum yang menyeluruh memerlukan peradilan yang bebas dan kepolisian yang bebas dari korupsi.
3. Transparansi (Transparency)
Transparansi berarti bahwa keputusan-keputusan yang diambil dan pelaksanaannya dilakukan dalam tata cara yang sesuai dengan peraturan- peraturan dan regulasi-regulasi. Hal tersebut juga berarti bahwa informasi tersedia secara bebas dan dapat diakses secara langsung oleh pihak- pihak yang akan dipengaruhi oleh keputusan-keputusan dan pelaksanaannya. Hal tersebut juga berarti bahwa informasi yang cukup tersedia dan disediakan dalam bentuk dan media yang mudah untuk dipahami.
4. Sikap tanggap (Responsiveness)
Good governance memerlukan institusi- institusi dan proses- proses yang melayani semua pihak yang berkepentingan dalam kurun waktu yang masuk akal atau pantas.
5. Orientasi pada kesepakatan (Consensus oriented)
 Terdapat beberapa pelaku dan sudut pandang dalam masyarakat. Good governance memerlukan mediasi kepentingan- kepentingan dalam masyarakat untuk mencapai kesepakatan yang luas tentang apa yang menjadi kepentingan paling utama seluruh anggota masyarakat dan bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Hal tersebut juga memerlukan suatu perspektif jangka panjang yang luas tentang apa yang diperlukan dalam pembangunan manusia yang berkelanjutan dan bagaimana mencapai tujuan- tujuan pembangunan tersebut. Kesepakatan tersebut hanya dapat dihasilkan dari pengertian dalam konteks historis, budaya dan sosial masyarakat atau komunitas.
6. Kesetaraan dan Inklusifitas (Equity and inclusiveness)
Suatu kestabilan masyarakat tergantung pada kemampuannya memastikan semua anggotanya merasa bahwa mereka mempunyai peranan didalamnya dan tidak merasa disisihkan dari arus utama kehidupan masyarakat. Hal tersebut mengharuskan semua anggota kelompok terutama golongan yang paling lemah mempunyai kesempatan- kesempatan untuk meningkatkan atau memelihara kestabilan.
7. Efektifitas dan efisiensi (Effectiveness and efficiency)
Good governance berarti bahwa proses- proses dan institusi- institusi menghasilkan hal yang memenuhi kebutuhan- kebutuhan masyarakat ketika menggunakan sumber daya yang dimilikinya secara tepat guna. Konsep efisiensi dalam konteks good governance juga mencakup penggunaan sumber- sumber daya alam secara bijaksana dan perlindungan lingkungan.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah kebutuhan kunci untuk (mewujudkan) good governance. Tidak hanya institusi- institusi pemerintah tetapi juga organisasi- organisasi sektor swasta dan masyarakat sipil harus akuntabel terhadap masyarakat dan para pemegang kepentingan dalam institusi mereka. ‘Siapa yang akuntabel terhadap siapa’, bervariasi tergantung pada apakah keputusan- keputusan atau tindakan- tindakan yang diambil termasuk internal atau eksternal pada suatu organisasi atau institusi. Secara umum suatu organisasi atau institusi (seharusnya) akuntabel pada siapa yang akan dipengaruhi oleh keputusan- keputusan atau tindakan- tindakannya. Akuntabilitas tidak dapat diterapkan tanpa transparansi dan tegaknya hukum.
Namun dalam pengertian tata pemerintahan yang baik menurut seminar tentang Otonomi daerah Indonesia 2001, terdapat dua poin lebih banyak dibanding faktor-faktor yang dikemukakan oleh UNESCAP diatas. Kedua faktor tersebut adalah pengawasan dan profesionalisme. Namun secara garis besar, pengertian dari kedua sumber diatas tidaklah berbeda.
9. Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yangakan dating. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi good and clengovernance. Dengan kata lain, kebijakan apapun yang akan diambil saat ini, harusdiperhitungkan akibatnya untuk sepuluh atau duapuluh tahun ke depan

.
c.  Good and Clean Governance dan Kontrol Sosial
Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-prinsippokok good and clean governance, setidaknya dapat dilakukan melalui prioritas program:
1.      penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan.
2.      kemandirian lembaga peradian.
3.      profesionalitas dan integritas aparatur pemerinrtah.
4.      penguatan partisipasi masyarakat madani.
5.      peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.Dengan pelaksanaan otonomi daerah, pencapaian tingkat kesejahteran dapatdiwujudkan secara lebih tepat yang pada akhirnya akan mendorong kemandirianmasyarakat.
d.  Good and Clean Governance dan Gerakan Anti korupsi
Korupsi merupakan permasalahan besar yang merusak keberhasilan pembangunannasional. Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatnguna meraih keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara secara spesifik.Korupsi menyebabkan ekonomi menjadi labil, politik yang tidak sehat, dan kemerosotanmoral bangsa yang terus menerus merosot.
Jeremy Pope mengemukakan bahwa korupsi terjadi jika peluang dan keinginanberada dalam waktu yang bersamaan. Peluang dapat dikurangi dengan cara mengadakanperubahan secara sistematis. Sedangkan keinginan dapat dikurangi denagn caramembalikkan siasat “laba tinggi, resiko rendah” menjadi “laba rendah, resiko tinggi”: dengan cara menegakkan hukum dan menakuti secara efektif, dan menegakkan mekanismeakuntabilitas.Penanggulangan korupsi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.      adanya political will dan political action dari pejabat negara dan pimpinan lembagapemerintahan pada setiap satuan kerja organisasi untuk melakukan langkah proaktif pencegahan dan pemberantasan tindakan korupsi.
2.      penegakan hukum secara tegas dan berat ( mis. Eksekusi mati bagi para koruptor)
3.      membangun lembaga-lembaga yang mendukung upaya pemberantasan korupsi.
4.      membangun mekanisme penyelenggaran pemerintahan yang menjaminterlaksankannya praktik good and clean governance.
5.      memberikan pendidikan antikorupsi, baik dari pendidikan formal atau informal
6.      gerakan agama anti korupsi yaitu gerakan membangun kesadaran keagamaan danmengembangkan spiritual antikorupsi.
e.  Good and Clean Governance dan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik
Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat,dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan/ atau kepentinganmasyarakat.Beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai pengembangan dan penerapan good and clean governance di Indonesia.
f.  Good and Clean Governance Dalam Islam
Dalam system pemerintahan islam, Imam (Khalifah) Mempunyai kawajiban mensejahtrakan rakyatnya dengan segala cara yang di atur oleh syariat, salah satunya adalah dengan memberikan subsidi atau pemberian yang meringankan beban hidup rakyat, subsidi secara umum terbagi dua macam.
1.      Pemberian, Yaitu harta yang di berikan oleh imam dari baitul mal kepada orang-orang yang memiliki hak yang di berikan setiap tahunnya.
2.      Rizki, Yaitu harta yang di berikan oleh imam dari baitul mal kepada orang-orang yang memiliki hak yang di berikan setiap bulannya.




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Di dalam perjalanan otonomi daerah banyak terjadi dan penyimpangan otonomi daerah, banyaknya terjadi korupsi, pemindahan korupsi dari pusat ke daerah (terciptanya raja-raja kecil), birokrasi yang berbelit-belit tidak efektif dan membutuhkan waktu yang lama dan ini terjadi hampir di nagari di Sumbar. Dalam pelaksaaan otonomi daerah pemerintahan kita selalu berupaya untuk mewujudkan kondisi yang kondusif untuk tercapainya Good local governance. Upaya tersebut terlihat dengan di lakukanya penyempurnaan berbagai peraturan perundangan yang ada misalnya, UU No 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, UU No 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, UU No 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional, UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Good governance awalnya sebagai obat penawar yang di gunakan untuk menghilangkan penyakit korupsi yang semakin mengakar ini di tawarkan barat kepada negara berkembang yang rentan terjadi korupsi. Ibaratkan ketika badan kita panas maka yang terbayang oleh kita adalah Bodrex untuk mendinginkan badan tanpa kita sadari padahal panas badan kita di sebabkan kambuhnya ginjal, memang itu untuk sementara waktu Bodrex akan bekerja mendinginkan tubuh kita tapi penyakit ginjal tidak akan pernah sembuh dengan Bodrex. Ini terbukti ketika konsep Good Governance yang di kembangkan di Africa Selatan Gagal total, namun yang jelas Konsep Good Governance harus di sesuaikan dengan variasi lokal dalam nagari sehinga konsep tersebut sesuai di terapkan di nagari, Konsekuensinya nagari akan siap dengan Good Governace karena sesuai dengan nilai-nilai lokal di mana daerah itu berada. Pirnsip good govenance merupakan konsep-konsep yang erat kaitanya dengan pelayanan publik. Pelayanan publik yang selama ini di rasakan masyarakat belum bisa memberikan kemudahan dan kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri, banyak pelayanan publik yang di berikan kepada masyarakat tidak efesien dan tidak efektif serta tidak akuntabilitasnya tidak terjamin. Inti dari good governance sangat serderhana, pada hakikatnya good governance bagaimana memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik baiknya. Patologi dari good governance (penyakit dari birokrasi) adalah terjadinya pelayanan berbelit belit, tentu mnegunakan waktu yang cukup lama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kapan pelayanan dikatakan baik apabila. Satu pelayanan yang efesian artinya, adalah perbandingan yang terbalik antara input dan output yang di capai dengan input yang menimal maka tingkat efesiansi menjadi lebih baik. Input pelayanan dapat berupa uang, tenaga dan waktu dan materi yang di gunakan untuk mencapai output. Harga pelayanan publik harus dapat terjangkau oleh kemampuan ekonomi masyarakat. Kedua; pelayanan yang non-partisipan. Artinya adalah, sistem pelayanan yang memberlakukan penguna pelayan secara adil tanpa membedakan dan berdasarkan status sosial ekonomi, kesekuan etnik, agama kepartaian, latar belakang pengunaan pelayanan tidak boleh di jadikan pertimbangan dalam memberikan pelayanan. penyelengaraan pemberian pelayan berdasarkan pada prinsip equal before the law kesamaan dalam hukum dan pemerintahan. Ketiga; adalah efektif, responsif. Artinya adalah, tidak membutuhkan waktu yang lama dan tidak berbelit belit misalnya dalam mengurus KTP, kebanyakan kalau kita punya uang, maka mengurusnya lancar tapi kalau tidak di kasih uang ke pada petugas yang ada di nagari maka pelayanan yang di berikan sangat lama. Responsif artinya adalah, cepat tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.











DAFTAR PUSTAKA