Minggu, 08 April 2012

aswaja

PENGANTAR

            Aswaja sebagai sebuah aliran yang pada mulanya merupakan suatu kelompok kecil yang pada masa berdirinya dirintis oleh abu hasan al asy’ari, sejaln dengan perkembangan jaman menjadi kel;ompok yang besar dan bahklan kelompok terbesar di seluruh dunia.
            Pergarseran dunia membawa aswaja pada perubahan tang menuntut aswaja bukan hanya menjadi sebuah madzhab yang menjadi doktrin kepada para pemeluknya, akan tetapi berkembang menjadi sebuah pandangan hidup atau dikenal dengan istilah manhaj al fikr. Dengan perubahan dari waktu ke waktu kontribusi aswaja menjadi sangat mempengaruhi para pemeluknya dalam beraktifitas dalam keseharian baik dalm aktifitas ekonomi, sosial politik, maupun kebudayaan secara keselyuruhan kehidupan.
            Dari makalah yang akan kami presentasikan kami berharap mampu memberikan kontribusi yang positif akan gambaran aswaja dimasa yang akan datang yang lebih dapat diaplikasiskan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, aswaja sebagai manhaj al fikr harapan kami dapat memberikan warna pada kehidupan didunia yang dapat menjadi stabilisator, sekaligus menjadi dinamisator dan motifator yang nyata.
           


                                                                               Bangsri , 22 april 2011.
                                                                                Penyusun
PERKEMBANGAN ASWAJA
DARI JAMAN DULU KE JAMAN ERA GLOBALISASI
Oleh : Amin Mahfudh Said

BAB I
PENDAHULUAN

Telaah terhadap Ahlussunnah Wal Jama’ah ( Aswaja ) sebagai bagaian dari kajian keislaman –merupakan upaya yang mendudukkan aswaja secara proporsional, bukannya semata-mata untuk mempertahankan sebuah aliran atau golongan tertentu yang mungkin secara subyektif kita anggap baik karena rumusan dan konsep pemikiran teologis yang diformulasikan oleh suatu aliran, sangat dipengaruhi oleh suatu problem teologis pada masanya dan mempunyai sifat dan aktualisasinya tertentu.
Pemaksaan suatu aliran tertentu yang pernah berkembang di era tertentu untuk kita yakini, sama halnya dengan aliran teologi sebagai dogma dan sekaligus mensucikan pemikiran keagamaan tertentu. Padahal aliran teologi merupakan fenomena sejarah yang senantiasa membutuhkan interpretasi sesuai dengan konteks zaman yang melingkupinya. Jika hal ini mampu kita antisipasi berarti kita telah memelihara kemerdekaan (hurriyah); yakni kebebasan berfikir (hurriyah al-ra’yi), kebebasan berusaha dan berinisiatif (hurriyah al-irodah) serta kebebasan berkiprah dan beraktivitas (hurriyah al-harokah) (Said Aqil Siradj : 1998).


BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangannya Aswaja
Melacak akar-akar sejarah munculnya istilah ahlul sunnah waljamaah, secara etimologis bahwa aswaja sudah terkenal sejak Rosulullah SAW. Sebagai konfigurasi sejarah, maka secara umum aswaja mengalami perkembangan dengan tiga tahab secara evolutif. Pertama, tahab embrional pemikiran sunni dalam bidang teologi bersifat eklektik, yakni memilih salah satu pendapat yang dianggap paling benar. Pada tahab ini masih merupakan tahab konsolidasi, tokoh yang menjadi penggerak adalah Hasan al-Basri (w.110 H/728 M). Kedua, proses konsolidasi awal mencapai puncaknya setelah Imam al-Syafi’I (w.205 H/820 M) berhasil menetapkan hadist sebagai sumber hukum kedua setelah Al- qur’an dalam konstruksi pemikiran hukum Islam. Pada tahab ini, kajian dan diskusi tentang teologi sunni berlangsung secara intensif. Ketiga, merupakan kristalisasi teologi sunni disatu pihak menolak rasionalisme dogma, di lain pihak menerima metode rasional dalam memahami agama.
Proses kristalisasi ini dilakukan oleh tiga tokoh dan sekaligus ditempat yang berbeda pada waktu yang bersamaan, yakni; Abu Hasan al-Asy’ari (w.324 H/935 M)di Mesopotamia, Abu Mansur al-Maturidi (w.331 H/944 M) di Samarkand, Ahmad Bin Ja’far al-Thahawi (w.331 H/944 M) di Mesir. ( Nourouzzaman Shidiqi : 1996). Pada zaman kristalisasi inilah Abu Hasan al-Asy’ari meresmikan sebagai aliran pemikiran yang dikembangkan. Dan munculnya aswaja ini sebagai reaksi teologis-politis terhadap Mu’tazilah, Khowarij dan Syi’ah yang dipandang oleh As’ari sudah keluar dari paham yang semestinya.

B. Perkembangan aswaja pada jaman dahulu
b.1. Aswaja sebagai Mazhab
Aswaja, selama ini sering dipandang hanya sebagai mazhab (aliran, sekte, ideologi, atau sejenisnya). Hal ini menyebabkan aswaja dianut sebagai sebuah doktrin yang diyakini kebenarannya, secara apriori (begitu saja). Kondisi ini menabukan kritik, apalagi mempertanyakan keabsahannya.Jadi, tatkala menganut aswaja sebagai mazhab, seseorang hanya mengamalkan apa yang menjadi doktrin Aswaja.Doktrindoktrin ini sedemikian banyak dan menyatu dalam kumpulan kitab yang pernah dikarenakanpara ulama terdahulu.Di kalangan pesantren Nusantara, kiranya ada beberapa tulisan yang secara eksplisit menyangkut dan membahas doktrin Aswaja.
Dalam wacana metode pemikiran, para teolog klasik dapat dikategorikan menjadi empat kelompok. Pertama, kelompok rasioalis yang diwakili oleh aliran Mu’tazilah yang pelapori oleh Washil bin Atho’, kedua, kelompok tekstualis dihidupkan dan dipertahankan oleh aliran salaf yang munculkan oleh Ibnu Taimiyah serta generasi berikutnya. Ketiga, kelompok yang pemikirannya terfokuskan pada politik dan sejarah kaum muslimin yang diwakili oleh syi’ah dan Khawarij, dan keempat, pemikiran sintetis yang dikembangkan oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi.
Perkembangan Islam yang berhaluan Aswaja bertambah pesat ketika generasi penerus Walisongo dan Islam apapun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia, dan di pihak kiri maupun kanan, tetapi faham Aswaja berada di Hal ini terbukti dengan lambatnya perkembangan dalam pendidikan Islam, termasuk madrasah, karena di tengah dunia Sebagai konfigurasi sejarah, maka secara umum aswaja mengalami perkembangan dengan tiga tahab secara karena seringkali tindakan atau sikap yang diambil dalam berinteraksi di dunia umat Islam di dunia. Mengapa hal ini terjadi, bila memang aswaja paling banyak di antara semua sekte. Hingga dapat dikatakan, Aswaja memegang peran sentral dalam perkembangan potret dakwah aswaja di indonesia.
K.H.Hasyim Asy’ari menjelaskan Aswaja dalam kitab Qanun NU dengan melakukan pembakuan atas ajaran aswaja, bahwa dalam hal tawhid aswaja (harus) mengikuti Al-Maturidi, ulama Afganistan atau Abu Hasan Al Asy’ari, ulama Irak. Bahwa mengenai fiqh, mengikuti salah satu di antara 4 mazhab. Dan dalam hal tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali atau Al-Junaidi.
Selain itu, KH Ali Maksum Krapyak, Jogjakarta juga menuliskan doktrin aswaja dengan judul Hujjah Ahlus Sunnah wal Jamaah, kitab yang cukup populer di pesantren dan madrasah NU. Kitab ini membuka pembahasan dengan mengajukan landasan normatif Aswaja. Beberapa hadits (meski dho’if) dan atsar sahabat disertakan. Kemudian, berbeda dengan Kyai Hasyim yang masih secara global, Mbah Maksum menjelaskan secara lebih detail. Beliau menjelaskan persoalan talqin mayit, shalat tarawih, adzan Jumat, shalat qabliyah Jumat, penentuan awal ramadhan dengan rukyat, dan sebagainya.Itu hanya salah sat di antara sekian pembakuan yang telah terjadi ratusan tahun sebelumnya. Akhirnya, kejumudan (stagnasi) melanda doktrin Aswaja. Dipastikan, tidak banyak pemahaman baru atas teks keagamaan yang muncul dari para penganut Aswaja. Yang terjadi hanyalah daur ulang atas pemahaman ulama klasik, tanpa menambahkan metodologi baru dalam memahami agama.
Lebih lanjut, adanya klaim keselamatan (salvation claim) yang begitu kuat (karena didukung oleh tiga hadits) membuat orang takut untuk memunculkan hal baru dalam beragama meski itu amat dibutuhkan demi menjawab perkembangan jaman. Akhirnya, lama kelamaan, aswaja menjadi lapuk termakan usia dan banyak ditinggal jaman.
Benarkah aswaja bakal ditinggalkan oleh jaman?. Nyatanya, hingga kini, Aswaja justru dianut oleh mayoritas umat Islam di dunia. Mengapa hal ini terjadi, bila memang aswaja telah mengalami stagnasi?
Jawabannya satu: aswaja adalah doktrin. Seperti yang dicantumkan di muka, ini menyebabkan orang hanya menerimanya secara apriori (begitu saja dan apa adanya). Inilah yang dinamakan taqlid. Karena itu, stagnasi tetap saja terjadi. Akan tetapi, karena sudah dianggap (paling) benar, maka, bila doktrin itu berbenturan dengan “kenyataan” (alWaqâ’i’) yang terus berkembang dan kadang tidak klop dengan ajaran, maka yang keliru adalah kenyataannya. Realitalah yang harus menyesuaikan diri dengan teks.

C. Perkembangan aswaja di era globalisasi
c.1. Aswaja Sebagai Manhaj al-fikr ( Pola Fikir )
            Rumusan aswaja sebagai manhajul fikri pertama kali diintrodusir oleh Kang Said (panggilan akrab Said Aqil Siradj) dalam sebuah forum di Jakarta pada tahun 1991. Upaya dekonstruktif ini selayaknya dihargai sebagai produk intelektual walaupun juga tidak bijaksana jika diterima begitu saja tanpa ada discourse panjang dan mendalam dari pada dipandang sebagai upaya ‘merusak’ norma atau tatanan teologis yang telah ada.
            Prinsip dasar dari aswaja sebagai manhajul fikri meliputi ; tawasuth (mederat), tasamuh (toleran) dan tawazzun (seimbang). Aktualisasi dari prinsip yang pertama adalah bahwa selain wahyu, kita juga memposisikan akal pada posisi yang terhormat (namun tidak terjebak pada mengagung-agungkan akal) karena martabat kemanusiaan manusia terletak pada apakah dan bagaimana dia menggunakan akal yang dimilikinya. Artinya ada sebuah keterkaitan dan keseimbangan yang mendalam antara wahyu dan akal sehingga kita tidak terjebak pada paham skripturalisme (tekstual) dan rasionalisme.
Ahlussunnah juga mengajarkan tidak dibenarkan kita memaksakan keyakinan apalagi hanya sekedar pendapat kita pada orang lain, yang diperbolehkan hanyalah sebatas menyampaikan dan mendialiektikakakan keyakinan atau pendapat tersebut, dan ending-nya diserahkan pada otoritas individu dan hidayah dari Tuhan. Ini adalah menifestasi dari prinsip tasamuh dari aswaja sebagai manhajul fikri. Dan yang terakhir adalah tawazzun (seimbang). Penjabaran dari prinsip tawazzun meliputi berbagai aspek kehidupan, baik itu perilaku individu yang bersifat sosial maupun dalam konteks politik sekalipun. Ini penting karena seringkali tindakan atau sikap yang diambil dalam berinteraksi di dunia ini disusupi oleh kepentingan sesaat dan keberpihakan yang tidak seharusnya. walaupun dalam kenyataannya sangatlah sulit atau bahkan mungkin tidak ada orang yang tidak memiliki keberpihakan sama sekali, minimal keberpihakan terhadap netralitas. Artinya, dengan bahasa yang lebih sederhana dapat dikatakan bahwa memandang dan menposisikan segala sesuatu pada proporsinya masing-masing adalah sikap yang paling bijak, dan bukan tidak mengambil sikap karena itu adalah manifestasi dari sikap pengecut dan oportunis.
Perkembangan Islam di Amerika Amerika merupakan negara demokrasi liberal kini, Aswaja justru dianut oleh mayoritas umat Islam di dunia. Mengapa hal ini terjadi, bila memang aswaja paling banyak di antara semua sekte. Hingga dapat dikatakan, Aswaja memegang peran sentral dalam perkembangan umat Islam di dunia. Mengapa hal ini terjadi, bila memang aswaja Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, istilah Aswaja secara resmi menjadi bagian dari disiplin ilmu keislaman Ibnu Rusyd, atau Ibnu Arabi misalnya masih terasa sekali di dunia Dari empat konsep Aswaja di atas, ada pokok Konsep dan implementasinya di lapangan dalam bidang ekonomi membawa kemajuan setahap demi setahap perkembangan dan kemajuan dunia ekonomi Hingga dapat dikatakan, Aswaja memegang peran sentral dalam perkembangan pemikiran dianut oleh mayoritas umat Islam di dunia.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

            Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan islam beraliran ahlussunah waljamaah dari masa kemasa mengalami perkembangan yang signifikan , mulai dari pemahaman bahwa ahlussunnah merupakan sebuah madzhab yang harus di anut oleh pengikutnya tanpa ada unsur kritis terhadap isi ajaran tersebut sebagai sebuah doktrin keagamaan.
            Sejalan dengan perkembangan jaman pola pikir dan pola pemahaman akan ahlussunah waljamaah semakin mengalami kemajuan, yang semula hanya merupakan sebuah madzhab , diera jaman globalisasi bahwa ahlussunah lebih merupakan (manhaj al fikr) . yang di indonesia dpelopori oleh Prof.Dr.Said agil Siraj. Yang nota bene beliau adalah seorang tokoh organisasi keagamaan terbesar di indonesia, yaitu nahdlatul ulama ( NU ). Yang sekaligus beliau adalah seorang akademisi .
            Di era globalisasi aswaja bukan hanya berkembang subur di indonesia saja bahkan lebih dari itu aswaja berkembang sampai diluar negeri dan bahkan diseliruh penjuru dunia yang peda kenyataanya tetap subur .
            Aswaja secara resmi menjadi bagian dari disiplin ilmu keislaman. Ibnu Rusyd, atau Ibnu Arabi misalnya masih terasa sekali di dunia Dari empat konsep Aswaja di atas, ada pokok Konsep dan implementasinya di lapangan dalam bidang ekonomi membawa kemajuan setahap demi setahap perkembangan dan kemajuan dunia ekonomi Hingga dapat dikatakan, Aswaja memegang peran sentral dalam perkembangan pemikiran dianut oleh mayoritas umat Islam di dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Hilmy muhammadiyah dan sulthan fatoni. NU identitas islam di Indonesia.eLSAS.jakarta .2004
Wawasan islam. Pokok-pokok pikiran tentang paradigma dan sistem islam. Gema insani press.jakarta.2004.



                                                                                                           



                                                                                                   
                                                                                                    

0 komentar:

Posting Komentar