Sabtu, 07 April 2012


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar belakang
Di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di Madrasah adalah pendidikan agama Islam, yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
fikih, merupakan salah satu mata pelajaran PAI ditingkat Madrasah Aliyah yang  menekankan pada kemampuan memahami dan mengamalkan  dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulumnya telah ditetapkan berdasarkan pada Peraturan Menteri Agama No. 2 tahun 2008 tentang standar kompetensi lulusan dan standar isi pendidikan agama islam di Madrasah Aliyah. Maka kurikulum Fikih di Madrasah Aliyah harus sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan. Untuk itu pada makalah ini akan menelaah atau menganalisa materi Fikih tingkat Madrasah Aliyah dengan beberapa aspek dan mengklasifikasikannya pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik (ketrampilan).
B.       Rumusan Makalah
  1. Tentang bagaimana Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar materi Fikih MA yang sesuai Peraturan Menteri Agama RI No. 2 Tahun 2008 ?
  2. Apa saja bahan materi pada mata pelajaran Fikih tingkat MA ?
  3. Bagaimana hasil analisis materi Al Quran Fikih tingkat MA?



BAB II
STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR MATERI FIKIH MADRASAH ALIYAH

Mata pelajaran Fikih di Madrasah Aliyah adalah salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang merupakan peningkatan dari fikih yang telah dipelajari oleh peserta didik di Madrasah Tsanawiyah/SMP. Peningkatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari, memperdalam serta memperkaya kajian fikih baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah, yang dilandasi oleh prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah usul fikih serta menggali tujuan dan hikmahnya, sebagai persiapan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi dan untuk hidup bermasyarakat. Secara substansial, mata pelajaran Fikih memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mempraktikkan dan menerapkan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, makhluk lainnya ataupun lingkungannya.
Mata pelajaran Fikih di Madrasah Aliyah bertujuan untuk:
1.      Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip, kaidah-kaidah dan tatacara pelaksanaan hukum Islam baik yang menyangkut aspek ibadah maupun muamalah untuk dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.
2.      Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dan baik, sebagai perwujudan dari ketaatan dalam menjalankan ajaran agama Islam baik dalam hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan diri manusia itu sendiri, sesama manusia, dan makhluk lainnya maupun hubungan dengan lingkungannya.




Adapun SK dan KD Materi Fikih Aliyah diuraikan berikut ini:
3.      Fikih
a. Kelas X, Semester 1
STANDAR KOMPETENSI
KOMPETENSI DASAR
1.         Memahami prinsip-prinsip ibadah dan syari’at dalam Islam
1.1     Mengidentifikasi prinsip-prinsip ibadah dalam Islam
1.2     Menjelaskan tujuan (maqashid) syari’at Islam
1.3     Menunjukkan perilaku orang yang berpegang pada prinsip-prinsip dan tujuan ibadah dan syariah
1.4     Menerapkan cara berpegang pada prinsip-prinsip dan tujuan ibadah dan syariah.
2.         Memahami hukum Islam tentang zakat dan hikmahnya
2.1     Menjelaskan ketentuan Islam tentang zakat dan hikmahnya
2.2     Menjelaskan ketentuan perundang-undangan tentang zakat
2.3     Menunjukkan contoh penerapan ketentuan zakat
2.4     Menerapkan cara pelaksanaan zakat sesuai ketentuan perundang-undangan
3.         Memahami hukum Islam tentang haji dan hikmahnya
3.1     Menjelaskan ketentuan Islam tentang haji dan hikmahnya
3.2     Menjelaskan ketentuan perundang-undangan tentang haji
3.3     Menunjukkan contoh penerapan ketentuan haji
3.4     Mempraktikkan pelaksanaan haji sesuai ketentuan perundang-undangan tentang haji
4.         Memahami hikmah kurban dan akikah
4.1     Menjelaskan tata cara pelaksanaan kurban dan hikmahnya
4.2     Menerapkan cara pelaksanaan kurban
4.3     Menjelaskan ketentuan akikah dan hikmahnya
4.4     Menerapkan cara pelaksanaan akikah

5.         Memahami ketentuan hukum Islam tentang pengurusan jenazah
5.1     Menjelaskan tatacara pengurusan jenazah
5.2     Memperagakan tatacara pengurusan jenazah
b. Kelas X, Semester 2

STANDAR KOMPETENSI
KOMPETENSI DASAR
6.         Memahami hukum Islam tentang kepemilikan
6.1     Mengidentifikasi aturan Islam tentang kepemilikan
6.2     Menjelaskan ketentuan Islam tentang akad
6.3     Memperagakan aturan Islam tentang kepemilikan dan akad
7.         Memahami konsep perekonomian dalam Islam dan hikmahnya
7.1     Menjelaskan aturan Islam tentang jual beli dan hikmahnya
7.2     Menjelaskan aturan Islam tentang khiyaar
7.3     Menjelaskan aturan Islam tentang musaaqah, muzaara’ah dan mukhaabarah serta hikmahnya
7.4     Menjelaskan aturan Islam tentang syirkah dan hikmahnya
1.1  Menjelaskan aturan Islam tentang muraabahah, mudhaarabah, dan salam
1.2  Menerapkan cara jual beli, khiyaar, musaaqah, muzaara’ah, mukhaabarah, syirkah, muraabahah, mudhaarabah, dan salam
8.         Memahami hukum Islam tentang pelepasan dan perubahan harta beserta hikmahnya
8.1     Menjelaskan ketentuan Islam tentang wakaf beserta hikmah pelaksanaannya
8.2     Menjelaskan ketentuan Islam tentang hibah dan hikmah pelaksanaannya
8.3     Menjelaskan ketentuan Islam tentang sadakah beserta hikmah pelaksanaannya
8.4     Menjelaskan ketentuan Islam tentang hadiah beserta hikmah pelaksanaannya
8.5     Menerapkan cara pelaksanaan wakaf, hibah, sedekah, dan hadiah
9.         Memahami hukum Islam tentang wakalah dan sulhu beserta hikmahnya
9.1     Menjelaskan ketentuan Islam tentang wakaalah dan hikmahnya
9.2     Menjelaskan ketentuan Islam tentang sulhu dan hikmahnya
9.3     Menerapkan cara wakaalah dan sulhu

10       Memahami hukum Islam tentang daman dan kafalah beserta hikmahnya
10.1    Menjelaskan ketentuan Islam tentang dlaman dan hikmahnya
10.2    Menjelaskan ketentuan Islam tentang kafaalah dan hikmahnya
10.3    Menerapkan cara dlaman dan kafalah
11       Memahami riba, bank, dan asuransi
11.1    Menjelaskan hukum riba, bank, dan asuransi
11.2    Menerapkan ketentuan Islam tentang riba, bank, dan asuransi
c. Kelas XI, Semester 1
STANDAR KOMPETENSI
KOMPETENSI DASAR
1.        Memahami ketentuan Islam tentang jinayah dan hikmahnya
1.1       Menjelaskan hukum pembunuhan dan hikmahnya
1.2       Menjelaskan ketentuan hukum Islam tentang qishash dan hikmahnya
1.3       Menjelaskan ketentuan hukum Islam tentang diyat dan kafaarat beserta hikmahnya
1.4       Menunjukkan contoh-contoh qishash, diyaat dan kafaarat dalam hukum Islam
2.       Memahami ketentuan Islam tentang Huudud dan hikmahnya
2.1       Menjelaskan ketentuan hukum Islam tentang zina dan qadzaf beserta hikmahnya
2.2       Menjelaskan ketentuan hukum Islam tentang minuman keras beserta hikmahnya
2.3       Menjelaskan ketentuan hukum Islam tentang mencuri, menyamun dan merampok beserta hikmahnya
2.4       Menjelaskan ketentuan hukum Islam tentang bughat beserta hikmahnya
3.       Memahami ketentuan Islam tentang peradilan dan hikmahnya
3.1       Menjelaskan proses peradilan dalam Islam
3.2       Mengidentifikasi ketentuan tentang hakim dan saksi dalam peradilan Islam


d. Kelas XI, Semester 2

STANDAR KOMPETENSI
KOMPETENSI DASAR
1.      Memahami hukum Islam tentang hukum keluarga
1.1  Menjelaskan ketentuan hukum perkawinan dalam Islam dan hikmahnya
1.2  Menjelaskan ketentuan perkawinan menurut perundang-undangan di Indonesia
1.3  Menjelaskan konsep Islam tentang talak, perceraian, iddah, ruju`, dan hikmahnya
1.4  Menjelaskan ketentuan Islam tentang pengasuhan anak (hadhaanah)

2            Memahami hukum Islam tentang waris
2.1  Menjelaskan ketentuan hukum waris dalam Islam
2.2  Menjelaskan keterkaitan waris dengan wasiat
2.3  Menunjukkan contoh cara pelaksanaan waris dan wasiat


e. Kelas XII, Semester 1
STANDAR KOMPETENSI
KOMPETENSI DASAR
1.        Memahami ketentuan Islam tentang siyasah syar’iyah
1.1       Menjelaskan ketentuan Islam tentang pemerintahan (khilaafah)
1.2       Menjelaskan majelis syura dalam Islam





f. Kelas XII, Semester 2

1. Memahami hukum- hukum syar’i
1.1     Menjelaskan hukum taklifi dan   penerapannya dalam Islam
1.2  Menjelaskan hukum wadh’i dan penerapannya dalam Islam
1.3     Menjelaskan mahkum bihi (fihi)
1.4     Menjelaskan mahkum ’alaih

2.        Memahami kaidah-
        kaidah usul fikih
2.1       Menjelaskan macam-macam kaidah usul fikih
2.2       Menerapkan macam-macam kaidah usul fikih

















Fiqih Kelas X, Semester 1
A.    PRINSIP IBADAH DALAM ISLAM
Dalam Islam ibadah memiliki aspek yang sangat luas. Segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah baik berupa perbuatan maupun ucapan, secara lahir atau batin, semua merupakan ibadah. Lawan ibadah adalah ma'syiat.
Ibadah ada dua macam :
1.Ibadah Maghdhah ( khusus )
Penjelasan secara singkatnya yaitu ibadah yang ditentukan cara dan syaratnya secara detil dan biasanya bersifat ritual. Maksudnya dalam pelaksanan telah ditentukan syaratnya, diperinci dengan berbagai hal hingga sebegitu detailnya dan pelaksanaannya lebih kepada penunaian secara ritual, ibadah nyata yang nampak secara dzahir-jelas. Pelaksaannyapun cenderung mengingat, prinsipil. Misalnya : shalat, zakat, puasa, haji, qurban, aqiqah. Ibadah   jenis ini tidak banyak jumlahnya.
2. Ibadah Ghairu Maghdhah ( Mu’amalah )
Yaitu ibadah dalam arti umum, segala perbuatan baik manusia. Ibadah ini tidak ditentukan cara dan syarat secara detil, diserahkan kepada manusia sendiri. Islam hanya memberi perintah/anjuran, dan prisnip-prinsip umum saja. Ibadah dalam arti umum misalnya : menyantuni fakir-miskin, mencari nafkah, bertetangga, bernegara, tolong-menolong, dll.
1.                  Iman kepada Allah dan Hari akhir karenanya amal orang kafir seperti fatamorgana seperti dalam QS.Al Baqarah ayat 56 sebagai berikut  .
Untuk ibadah maghdhah :
harus sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadis, Kreativitas justru dilarang. Sehingga berlaku prinsip " Segala ssesuatu dilarang, kecuali yang diperintahkan". Kita dilarang membuat ritus-ritus baru yang tidak ada dasarnya.
Untuk mu'amalah :
harus sesuai dengan jiwa dan prinsip prinsip ajaran Islam. Pelaksanaannya justru memerlukan kreativitas manusia. Sehingga berlaku prinsip " Segala-sesuatu boleh, kecuali yang dilarang"
            Sesungguhnya dasar ibdah hanya berupa pembinaan diri menuju ketaqwaan ( QS.Al Baqarah : 21 )

1.Ibadah Maghdhah ( khusus )
Penjelasan secara singkatnya yaitu ibadah yang ditentukan cara dan syaratnya secara detil dan biasanya bersifat ritual. Maksudnya dalam pelaksanan telah ditentukan syaratnya, diperinci dengan berbagai hal hingga sebegitu detailnya dan pelaksanaannya lebih kepada penunaian secara ritual, ibadah nyata yang nampak secara dzahir-jelas. Pelaksaannyapun cenderung mengingat, prinsipil. Misalnya : shalat, zakat, puasa, haji, qurban, aqiqah. Ibadah   jenis ini tidak banyak jumlahnya.
2. Ibadah Ghairu Maghdhah ( Mu’amalah )
Yaitu ibadah dalam arti umum, segala perbuatan baik manusia. Ibadah ini tidak ditentukan cara dan syarat secara detil, diserahkan kepada manusia sendiri. Islam hanya memberi perintah/anjuran, dan prisnip-prinsip umum saja. Ibadah dalam arti umum misalnya : menyantuni fakir-miskin, mencari nafkah, bertetangga, bernegara, tolong-menolong, dll.
Iman kepada Allah dan Hari akhir karenanya amal orang kafir seperti fatamorgana seperti dalam QS.Al Baqarah ayat 56 sebagai berikut  
B.     Pengertian Zakat Dan Hikmahnya
  1. Makna Zakat
    Secara Bahasa (lughat), berarti : tumbuh; berkembang dan berkah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah : 10). Seorang yang membayar zakat karena keimanannya nicaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah SWT berfirman : “Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”. (QS : At-Taubah : 103).
Sedangkan menurut terminologi syari’ah (istilah syara’), zakat berarti kewajiban atas
HIKMAH ZAKAT
    1. Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhu’afa.
    2. Pilar amal jama’i antara aghniya dengan para mujahid dan da’i yang berjuang dan berda’wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
    3. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
    4. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
    5. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan
    6. Untuk pengembangan potensi ummat
    7. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
    8. Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.
    9. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah papa
  1. Penyebutan Zakat dan Infaq dalam Al Qur-an dan As Sunnah
    1. Zakat (QS. Al Baqarah : 43)
    2. Shadaqah (QS. At Taubah : 104)
    3. Nafaqah (QS. At Taubah : 35)
    4. Haq (QS. Al An’am : 141)
    5. Al ‘Afuw (QS. Al A’raf : 199)
C.    Memahami hukum Islam tentang haji dan hikmahnya
a.       Memahami hukum Islam tentang haji dan hikmahnya Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.

b.      Adapun hikmah ibadah Kurban antara lain adalah :
1. Sebagai bentuk penyembelian ketuhanan/tuhan-tuhan selain Allah SWT. Karena diakui atau tidak manusia itu sudah berikrar didalam rahim akan menuhankan Allah satu-satunya. Tetapi dalam kenyataan kita temukan masih banyak manusia yang disamping menuhankan Allah juga menuhankan yang selain Dia. Ada orang yang menuhankan matahari, bulan, bintang,lautan, gunung, pohon-pohon, batu bahkan menuhankan manusia/dirinya sendiri.
 2. Sebagai ibadah dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Yaitu ujian ketaatan terhadap perintah Allah, sesungguhnya manusia itu diberi oleh Allah nikmat yang banyak sekali. Dengan disertai perintah ibadah yang sedikit sekali. Sehari-semalam waktu yang diberikan adalah 24 jam tetapi Allah hanya memerintahkan kepada manusia melaksanakan shalat lima kali sehari. Kalau satu kali shalat itu memerlukan waktu 5 menit X 5 = 25 menit saja . tidak sampai setengah jam. Demikian pula kalau manusia diberi rejeki Allah Rp. 100 juta, Allah hanya memerintahkan membayar zakat 2,5 juta / 2,5% saja. Dalam satu tahun 360 hari Allah hanya memerintahkan puasa wajib 30 hari saja. Tetapi masih banyak manusia yang tidak mematuhi perintah Allah itu.
 3. Sebagai ujian kecintaan kita kepada Allah jika dibandingkan dengan cinta kita kepada selainnya. Ya.. ibaratnya Ibrohim punya Ismail, yaitu sesuatu yang sangat dicintainya. Maka kita juga punya ismail yang lain. Ada yang sangat mencintai harta, kedudukan bahkan seorang wanita sehingga apapun yang diperintahkan oleh yang dicintainya itu akan dilaksanakan. Sebaliknya ketika diperintah oleh Allah yang tidak begitu dicintainya ya.. ogah-oga melaksanakannya. Maka ketika kita diminta untuk berkurban, akan teruji cinta kita kepada ismail kita itu. Nah sebagai seorang Ismail maka dia diuji untuk mengurbankan dirinya. masaaLlah rasanya berat sekali. Contoh ketika kita ditodong dijalan untuk menyerahkan sejumlah uang atau akan dibunuh, hamper pasti kita akan serahkan uang itu asal kita tidak dibunuh.
D.    Pengertian Kurban
a.      Kurban adalah suatu praktik yang banyak ditemukan dalam berbagai agama di dunia, yang biasanya dilakukan sebagai tanda kesediaan si pemeluknya untuk menyerahkan sesuatu kepada Tuhannya. Praktik pemberian kurban ditemukan dalam catatan-catatan manusia yang paling tua dan temuan-temuan arkeologis mencatat tulang-belulang manusia dan binatang yang menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka telah dipersembahkan sebagai kurban dan praktik ini tampaknya telah dilakukan lama sebelum manusia mulai meninggalkan catatan tertulis. Pemberian kurban adalah tema yang umum dalam kebanyakan agama, meskipun dalam beberapa millennium belakangan ini pemberian kurban binatang dan khususnya manusia, telah jauh berkurang.
b.      Adapun hikmah ibadah Kurban antara lain adalah :
 1. Sebagai bentuk penyembelian ketuhanan/tuhan-tuhan selain Allah SWT. Karena diakui atau tidak manusia itu sudah berikrar didalam rahim akan menuhankan Allah satu-satunya. Tetapi dalam kenyataan kita temukan masih banyak manusia yang disamping menuhankan Allah juga menuhankan yang selain Dia. Ada orang yang menuhankan matahari, bulan, bintang,lautan, gunung, pohon-pohon, batu bahkan menuhankan manusia/dirinya sendiri.
2. Sebagai ibadah dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Yaitu ujian ketaatan terhadap perintah Allah, sesungguhnya manusia itu diberi oleh Allah nikmat yang banyak sekali. Dengan disertai perintah ibadah yang sedikit sekali. Sehari-semalam waktu yang diberikan adalah 24 jam tetapi Allah hanya memerintahkan kepada manusia melaksanakan shalat lima kali sehari. Kalau satu kali shalat itu memerlukan waktu 5 menit X 5 = 25 menit saja . tidak sampai setengah jam. Demikian pula kalau manusia diberi rejeki Allah Rp. 100 juta, Allah hanya memerintahkan membayar zakat 2,5 juta / 2,5% saja. Dalam satu tahun 360 hari Allah hanya memerintahkan puasa wajib 30 hari saja. Tetapi masih banyak manusia yang tidak mematuhi perintah Allah itu.
 3. Sebagai ujian kecintaan kita kepada Allah jika dibandingkan dengan cinta kita kepada selainnya. Ya.. ibaratnya Ibrohim punya Ismail, yaitu sesuatu yang sangat dicintainya. Maka kita juga punya ismail yang lain. Ada yang sangat mencintai harta, kedudukan bahkan seorang wanita sehingga apapun yang diperintahkan oleh yang dicintainya itu akan dilaksanakan. Sebaliknya ketika diperintah oleh Allah yang tidak begitu dicintainya ya.. ogah-oga melaksanakannya. Maka ketika kita diminta untuk berkurban, akan teruji cinta kita kepada ismail kita itu. Nah sebagai seorang Ismail maka dia diuji untuk mengurbankan dirinya. masaaLlah rasanya berat sekali. Contoh ketika kita ditodong dijalan untuk menyerahkan sejumlah uang atau akan dibunuh, hamper pasti kita akan serahkan uang itu asal kita tidak dibunuh.
a.       Pengertian Aqiqah
Aqiqah berasal dari kata aqqa yang artinya memotong atau membelah. Ada yang mengungkapkan bahwa aqiqah artinya rambut yang tumbuh di atas kepala bayi sejak lahir. Ada lagi mengartikan bahwa aqiqah ialah nama kambing yang disembelih untuk kepentingan bayi.
b.      Hikmah Aqiqah
Di antara hikmah di balik pensyariatan aqiqah adalah sebagai berikut:
  1. Aqiqah merupakan suatu pengorbanan yang akan mendekatkan anak kepada Allah di masa awal ia menghirup udara kehidupan.
  2. Aqiqah merupakan tebusan bagi anak dari berbagai musibah, sebagaimana Allah telah menebus Ismail a.s. dengan sembelihan yang besar.
  3. Sebagai pembayaran hutang anak agar kelak di hari kiamat ia bisa memberikan syafaat kepada kedua orang tuanya.
  4. Merupakan media untuk menunjukkan rasa syukur atas keberhasilan melaksanakan syariat Islam dan bertambahnya generasi mukmin.
  5. Mempererat tali persaudaraan di antara sesama anggota masyarakat. Dalam hal ini aqiqah bisa menjadi semacam wahana bagi berlangsungnya komunikasi dan interaksi sosial yang sehat.
E.     Memahami ketentuan hukum Islam tentang pengurusan jenazah
Tajhizul Jenazah (Merawat Mayit)
Tajhizul jenazah adalah merawat atau mengurus seseorang yang telah meninggal. Perawatan di sini berhukum fardlu kifayah, kecuali bila hanya terdapat satu orang saja, maka hukumnya fardlu ‘ain.
Hal-hal yang harus dilakukan saat merawat jenazah sebenarnya meliputi lima hal, yaitu:
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalati
4. Membawa ke tempat pemakaman
5. Memakamkan



Fiqih Kelas X, Semester 2
A.    Memahami hukum Islam tentang kepemilikan
a.       Pengertian Harta Ada dua kosa kata yang digunakan al-Quran untuk arti harta, مال (Maal) dan خير (khayr). Maal secara etimologi berarti miring, cenderung, menyeleweng, selingkuh. Dalam al-Qur’an kata “maal” dengan segala bentuknya disebut 86 kali. 25 kali dalam tunggal مال (maal) dan 61 kali dalam bentuk jama’ أموال (amwal) serta diidhofahkan à(disandarkan) kepada kata ganti jama’. ----  ini menunjukkan isyarat bahwa fungsi harta adalah sosial Hanya 6 kali kata maal (harta) dalam bentuk tunggal yang disandarkan kepada tunggal personal ketiga ماله (maaluhu=hartanya). Dan dari 6 kali itu, hanya satu kali yang bersifat pujian, yaitu dalam surat al-Lail: 18, yakni Abu bakar yang rela menderakan hartanya untuk membebaskan Bilal bin Rabah الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى “ yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya”
b.      Pengertian Harta Maal (harta) juga diartikan sesuatu yang dimiliki manusia Mayoritas ulama mendefinsikan Maal adalah segala sesuatu yang dapat dan boleh diambil manfaatnya, atau berpotensi bermanfaat, baik berupa barang, jasa, piutang maupun hak Harta terbagi pada uang, barang, manfaat (jasa), piutang, dan hak Imam Hanafi membagi harta kepada dua: Harta berharga (maal mutaqowwam), dan Harta tidak berharga (maal ghoir mutaqowwam)
B.     Memahami konsep perekonomian dalam Islam dan hikmahnya
Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105:
Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu.
Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw:
Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan.
(HR.Thabrani dan Baihaqi)



C.    Memahami hukum Islam tentang pelepasan dan perubahan harta beserta hikmahnya
Dalam pasal 35 disebutkan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sedangkan harta bawaan masing-masing suami dan isteri, serta harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing, kecuali ditentukan lain yaitu dijadikan harta bersama.
Mengenai harta bersama, suami maupun isteri dapat mempergunakannya dengan persetujuan kedua belah pihak. Sedangkan mengenai harta bersamaan, suami isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk mempergunakan harta bawaannya masing-masing tanpa perlu persetujuan dari pihak lain.
Adanya hak suami dan isteri untuk mempergunakan atau memakai harta bersama dengan persetujuan kedua belah pihak secara timbal balik. Adalah sudah sewajarnya mengingat bahwa hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat dimana masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
Syarat-syarat “persetujuan” kedua belah pihak dalam mempergunakan harta bersama tersebut harus diartikan sedemikian rupa. Di mana tidak semua hal penggunaan harta bersama itu diperlukan persetujuan secara tegas dari kedua belah pihak. Dalam beberapa hal tersebut, persetujuan kedua belah pihak ini harus dianggap ada persetujuan diam-diam. Misalnya dalam hal mempergunakan harta bersama untuk keperluan hidup sehari-hari.[6]
Pasal 119 KUHPerdata menyatakan bahwa sejak saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan isteri. Jadi hukum perkawinan dan KUHPerdata mengenai asas persatuan/ pencampuran harta kekayaan atau asas harta kekayaan bersama. Akan tetapi berdasarkan suatu perjanjian perkawinan yang harus dibuat dengan akta notaris sebelum dilangsungkan perkawinan maka suami isteri dapat menempuh penyimpangannya. Harta kekayaan bersama terdiri:
  1. Aktiva, yang meliputi modal, laba/keuntungan serta bunga dari barang yang bergerak maupun tidak bergerak, yang diperoleh suami isteri itu sebelum maupun selama perkawinannya juga termasuk yang mereka peroleh sebagai hadiah dari pihak ketiga, kecuali bila mana ada larangan hadiah/hibah itu dimasukkan dalam persatuan harta kekayaan.
  2. Pasiva, yang meliputi hutang-hutang suami isteri yang dibuat sebelum maupun sesudah perkawinannya. Harta kekayaan di dalam perkawinan itu tidak boleh diadakan perubahan apapun juga selama perkawinan. Hal demikian dimaksudkan untuk melindungi pihak ketiga atau para kreditur.



D.    Memahami hukum Islam tentang wakalah dan sulhu beserta hikmahnya
a.       Pengertian Wakalah
Wakalah menurut bahasa artinya mewakilkan, sedangkan menurut istilah yaitu mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada orang lain agar bertindak atas nama orang yang mewakilkan selama batas waktu yang ditentukan.
2. Hukum Wakalah
Asal hukum wakalah adalah mubah, tetapi bisa menjadi haram bila yang dikuasakan itu adalah pekerja yang haram atau dilarang oleh agama dan menjadi wajib kalau terpaksa harus   mewakilkan dalam pekerjaan yang dibolehkan oleh agama. Allah SWT. Berfirman:فَابْعَثُوْاأَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِِهِ إِلَىالْمَدِيْنَةٍ
”Maka suruhlah salah seorang diantara kamu ke kota dengan membawa uang perakmu ini”  (QS. Al Kahfi : 19).
3.    Hikmah Wakalah
a.    Dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan cepat sebab tidak semua orang mempunyai   kemampuan dapat menyelesaikan pekerjaan tertentu dengan sebaik-baiknya. Misalnya tidak setiap orang yang qurban hewan dapat menyembelih hewan qurbannya, tidak semua orang dapat belanja sendiri dan lain-lain.
b.   Saling tolong menolong diantara sesama manusia. Sebab semua manusia membutuhkan bantuan orang lain.
c.    Timbulnya saling percaya mempercayai diantara sesama manusia. Memberikan kuasa pada orang lain merupakan bukti adanya kepercayaan pada pihak lain
b. Pengertian Sulhu
Sulhu menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut istilah yaitu perjanjian perdamaian diantara dua pihak yang berselisih.
Sulhu dapat juga diartikan perjanjian untuk menghilangkan dendam, persengketaan atau permusuhan (memperbaiki hubungan kembali).
    1. Hikmah Sulhu
  1. Dapat menyelesaikan perselisihan dengan sebaik-baiknya. Bila mungkin tanpa campur tangan pihak lain.
  2. Dapat meningkatkan rasa ukhuwah / persaudaraan sesama  manusia.
  3. Dapat menghilangkan rasa dendam, angkara murka dan perselisihan diantara sesama.
  4. Menjunjung tinggi derajat dan martabat manusia untuk mewujudkan keadilan.




E.     Memahami hukum Islam tentang daman dan kafalah beserta hikmahnya
a.      Dhaman adalah: menanggung kewajiban dari sesuatu yg wajib atas orang lain, disertai tetapnya sesuatu yg dijamin darinya. Hukum dhaman: boleh karena mengandung kemaslahatan, bahkan terkadang diperlukan. Dhaman mengajarkan utk saling membantu di atas kebaikan & taqwa, menunaikan hajat seorang muslim & melapangkan kesusahannya. Disyaratkan utk sahnya dhaman: bahwa pemberi jaminan adl orang yg boleh melakukan transaksi, ridha bukan terpaksa. Dhaman sah dgn semua lafazh yg menunjukkan atasnya, seperti aku menjaminnya, atau aku menanggung darinya, atau semisal yg demikian itu. Dhaman sah bagi setiap harta yg diketahui seperti seribu misalnya, atau yg tdk diketahui, seperti ia berkata, ‘Aku menjamin untukmu hartamu atas fulan,’ atau sesuatu yg dituntut dengannya atasnya, sama saja hidup yg dijamin darinya atau mati. Apabila seseorang memberi jaminan atas hutang, yg berhutang tdk lepas (dari hutangnya), & jadilah hutang itu atas keduanya secara bersama-sama, & bagi yg memberi pinjaman (kreditor) boleh menuntut siapa saja dari keduanya yg dia kehendaki.
b.      Kafalah: yaitu mewajibkan orang yg cerdas dgn senang hati utk menghadirkan orang yg mempunyai kewajiban harta utk pemiliknya. Hikmah disyari’atkannya: memelihara hak-hak & mendapatkannya. Hukum kafalah: boleh, ia termasuk tolong menolong dalam kebaikan & taqwa. Apabila seseorang memberi jaminan utk menghadirkan orang yg berhutang, lalu ia tdk bisamenghadirkannya, ia berhutang apa yg wajib atasnya. Kafil (pemberi jaminan) terbebas karena yg berikut ini: meninggalnya yg dijamin, atau yg dijamin menyerahkan dirinya sendiri kpd pemilik hak, atau binasa benda yg dijamin dgn perbuatan Allah SWT(tidak ada campur tangan manusia).

F.     Memahami riba, bank, dan asuransi
Hukum Islam meliputi semua aspek kehidupan kaum muslim, seperangkat kewajiban dan praktik ibadah, shalat, tata krama dan moral, perkawinan, pewarisan, pidana, dan transaksi komersial. Dengan kata lain, hukum Islam meliputi banyak aspek yang dalam tradisi lain tak akan dianggap sebagai hukum. Oleh karena itulah, sebagai hukum yang suci, hukum Islam mengandung inti keimanan Islam itu sendiri.[1] Ibnul Qoyyim -rahimahullah- berkata: “Islam adalah mentauhidkan Allah, beribadah kepada Nya saja, dan tidak ada sekutu bagi Nya, iman kepada Allah dan Rasul Nya, dan mengikuti apa yang beliau bawa. Jika seorang hamba tidak melaksanakan hal ini, maka ia bukan Muslim. Bila ia bukan kafir mu’anid (kafir pembangkang) maka dia kafir jahil (kafir karena bodoh). Status minimal thabaqah (tingkatan) ini adalah mereka itu orang-orang kafir jahil yang tidak mu’anid, dan ketidak ‘inad (pembangkangan) mereka tidak mengeluarkan mereka dari status sebagai orang-orang kafir.”[2]
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaithan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Allah telah menghalalkan perniagaan (jual-beli) dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang senantiasa berbuat kekafiran/ingkar, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”(Q.S. Al-Baqarah: 275-279)[3]























Fiqih Kelas XI, Semester 1

A.     Memahami ketentuan Islam tentang jinayah dan hikmahnya
Jiayah: perbuatan dosa, criminal àAsal dari Jinayah yaitu jana جني   Majna ‘alaih : korbanàpelaku pidana
è Jinayah adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik berakibat pada jiwa, harta, atau terhadap yang lain seperti kehormatan.
Fiqh Jinayah adalah pengetahuan tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan yang dilarang dan hukumannya. Selain membahas tentang berbagai macam tindak pidana, fiqh jinayah juga membahas hukuman-hukuman bagi masing-masing pelanggaran. Jadi, segala perbuatan yang melanggar aturan Islam (Al-Qur’an) akan dikenakan sanksi yang sudah ditetapkan baik dalam Al-Qur’an dan Hadits, maupun oleh ulil amri atau hakim sendiri.
Dikalangan fuqaha’ lazimnya menyamakan istilah Jinayah dengan Jarimah (delik) tanpa mengadakan perbedaan khusus lagi.

  1. Memahami ketentuan Islam tentang Huudud dan hikmahnya

Hudud adalah hukuman-hukuman tertentu yang wajib dikenakan pada orang yang melanggar larangan-larangan tertentu dalam agama. Seperti zina, menuduh zina, Qadzaf dan lain sebagainya.
C.    Memahami ketentuan Islam tentang peradilan dan hikmahnya
    1. Pengertian Peradilan
Peradilan adalah tempat atau lembaga yang menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Kata ’Peradilan’, Dalam bahasa arab digunakan kata’qada’, jamaknya aqdiya’ yang artinya,”memutuskan perkara/ perselisihan antara dua orang atau lebih berdasarkan hukum Allah.” Qada dapat pula diartikan,”Sesuatu hukum antara manusia dengan kebenaran dan hukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah.” Para ahli fiqh memberikan definisi qada sebagai suatu keputusan produk pemerintah, atau ”menetapkan hukum syar’i dengan jalan penetapan.”
    1. Hikmah Peradilan
  1. a. Terciptanya keadilan dalam masyarakat, karena masyarakat memperoleh hak-haknya.
  2. b. Terciptanya keadilan dan perdamaian dalam masyarakat, karena masyarakat memperoleh kepastian hukumnya dan di antara masyarakat saling menghargai hak-hak orang lain. Tidak ada yang berbuat semena-mena, karena semuanya telah diatur oleh undang-undang.
  3. c. Terciptanya kesejahteraan masyarakat.
  4. d. Terwujudnya suasana yang mendorong untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt.
Fiqih Kelas XI, Semester 2
A.    Memahami hukum Islam tentang hukum keluarga
Keluarga (bahasa Sanskerta: "kulawarga"; "ras" dan "warga" yang berarti "anggota")[1] adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah.Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.[1] Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.[2]
Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.[
B.     Memahami hukum Islam tentang waris
SYARIAT Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat teratur dan adil. Di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara yang legal. Syariat Islam juga menetapkan hak pemindahan kepemilikan seseorang sesudah meninggal dunia kepada ahli warisnya, dari seluruh kerabat dan nasabnya, tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan, besar atau kecil.
Al-Qur'an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Bagian yang harus diterima semuanya dijelaskan sesuai kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah dia sebagai anak, ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya sebatas saudara seayah atau seibu.
Oleh karena itu, Al-Qur'an merupakan acuan utama hukum dan penentuan pembagian waris, sedangkan ketetapan tentang kewarisan yang diambil dari hadits Rasulullah saw. dan ijma' para ulama sangat sedikit. Dapat dikatakan bahwa dalam hukum dan syariat Islam sedikit sekali ayat Al-Qur'an yang merinci suatu hukum secara detail dan rinci, kecuali hukum waris ini. Hal demikian disebabkan kewarisan merupakan salah satu bentuk kepemilikan yang legal dan dibenarkan AlIah SWT. Di samping bahwa harta merupakan tonggak penegak kehidupan baik bagi individu maupun kelompok masyarakat.






Fiqih Kelas XII, Semester 1
A.    Memahami ketentuan Islam tentang siyasah syar’iyah
Pengertian
Secara etimologis dari kata syara’a berarti sesuatu yang bersifat syar’i. Atau dapat diartikan sebagai peraturan atau politik yang bersifat syar’i. Secara terminologis menurut Ibnu Aqil adalah sesuatu tindakan yang secara praktus membawa manusia dekat dengan kemaslahatan dan terhindar dari kerusakan kendatipun Rasul Saw sendiri tidak menetapkannya dan wahyu mengenai hal itu tidak turun.

Pemegang kekuasaan yakni pemerintah, ulil al-amri atau wulatul amri memiliki kompetensi menerapkan hukum Allah Swt dan membuat berbagai peraturan hukum yang tidak diatur dalam syariat dan tidak bertentangan dengan syariat itu sendiri. Adapun pembuat syariat atau yang menetapkan hukum syara’ adalah hak Allah Swt Swt.

Dalam politik Islam dikenal tiga jenis hukum.1) Hukum syariat; hukum yang langsung ditetapkan oleh Allah Swt dan rasul-Nya. 2) Produk ijtihad atau hasil pemahaman para mujtahid terhadap dalil syariat (fiqih). 3) Hasil pemahaman umarâ (pemerintah) terhadap dalil tersebut yang disebut siyasah syar’iyah yang dalam bentuk perundang-undangan (hukum qânuni). Hukum ini ditetapkan oleh lembaga pemerintah yang tidak bersifat kekal kecuali hal yang mendasar dan perlu dipertahankan.
Secara hierarkis, hukum yang tertinggi adalah hukum syariat yakni Al-Qur’an dan hadits. Namun jika tidak ditemukan dalam ketentuan syariat maka diperlukan kajian ijtihad dalam penemuan dan penetapan hukum. Kategori hukum syariat dan hukum qonuni baru dikenal pada saat para mujtahid dan fuqoha menetapkan berbagai kriteria mengenai ijtihad.
Jadi, pengertian siyasah syar’iyah dapat disimpulkan dengan 4 unsur: 1. Institusi pemerintah yang menjalankan aktivitas pemerintahan 2. masyarakat sebagai pihak yang diatur 3. Kebijaksanaan dan hukum yang menjadi instrumen pengaturan masyarakat. 4. cita-cita ideal dan tujuan yang hendak dicapai.

Adapun Siyasah Syar’iyah dalam arti ilmu adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari hal ihwal pengaturan urusan masyarakat dan negara dengan segala bentuk hukum, aturan dan kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan negara yang sejalan dengan jiwa dan prinsipndasar syariat Islam untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat.

Tujuan Ilmu Siyasah
Tujuan utama yang hendak dicapai ilmu Siyasah menurut Abdul Wahhab Khallaf adalah terciptanya sebuah sistem pengaturan negara yang islami dan untuk menjelaskan bahwa Islam menghendaki terciptanya suatu sistem politik yang adil guna merealisasikan kemaslahatan bagi umat manusia di segala zaman dan di setiap negara.

Objek pembahasan siayasah syar’iyah adalah berbagai aspek perbuatan mukallaf sebagai subjek hukum yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan bernegara yang diatur berdasar ketentuan yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar nas syariat yang bersifat universal. Atau objek kajian fiqih siyasah adalah berbagai peraturan dan perundangan dan undang-undang yang dibutuhkan untuk mengatur negara sesuai dengan pokok ajaran agama guna merealisasikan kemaslahatan umat manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhannya.

Siyasah Wadh’iyyah
Siyasah wadh’iyah adalah perundang-undangan yang dibuat sebagai instrumen untuk mengatur seluruh kepentingan masyarakat. Jika dihubungkan dengan kondisi Indonesia, maka bentuk format siyasah wadh’iyyah adalah bentuk peraturan perundang-undangan mulai dari yang paling tinggi UUD 1945 sampai yang paling rendah.

Sumber siyasah wadh’iyah adalah manusia dan lingkungannya, seperti pandangan para ahli, adat, pengalaman, aturan yang diwariskan generasi terdahulu. .sumber ini bisa dikategorikan menjadi siyasah syar’iyyah dengan syarat peraturan buatan penguasa yang bersumber dari manusia dan lingkungannya itu sejalan atau tidak bertentangan dengan syariat.

Manusia sebagai sumber hukum

Manusia pada hakikatnya dapat dijadikan sebagai sumber hukum dalam fikih siyasah. Karenanya fikih siyasah menempatkan hasil temuan manusia dalam bidang hukum. Setiap peraturan yang secara resmi ditetapkan oleh negara dan tidak bertentangan dengan agama wajib dipatuhi. Kewajiban mematuhi disebutkan Al-Qur’an dalam surat Al-Maidah:59.
Adapun perbedaan siyasah syar’iyah dengan siayasah wadh’iyah terdapat pada sumber pembentaukan dan tujuannya. Siyasah wadh’iyah berrsumber dari manusia dan lingkungannya dan bertujuan meraih dunia saja, sedangkan siyasah syari’yah memiliki dua sumber, yaitu wahyu dan manusia serta lingkungannya dan bertujuan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kriteria Siyasah Wadh’iyah
Siyasah wadh’iyah dapat bersifat islami jika memenuhi 5 syarat-syarat berikut:
1. Muthâbaqah, yakni sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.
2. Raf’u al-haraj, yakni tidak memberatkan atau tidak membebani masyarakat di luar kemampuannya.
3. Tahqîq al-‘adâlah, yakni menegakan keadilan.
4. Tahqîq al-Mashâlih wa daf’u al-madhar, yakni dapat mewujudkan dan menghindarkan kemudaratan.
5. al-Musâwâh, yakni menempatkan manusia dalam kedudukan yang sama serta sederajat di hadapan hukum dan pemerintahan.

Prosedur kebijakan atau peraturan ditetapkan melalui musyawarah. Musyawarah dalam konsep Islam merupakan doktrin yang menyangkut kenegaraan dan kemasyarakatan yang fundamental. Landasan musyawarah atau syura termaktub dalam Al-Qur’an.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Qs.3:159)

Dan kedua berdasarkan hadits dengan berbagai rangkaian peristiwa Rasul Saw mengambil keputusan berdasarkan musyawarah, seperti: dalam perang uhud, khandak, hadits al-ifki (tuduhan terhadap Aisyah), piagam madinah.

Tradisi musyawarah ini terus dipertahankan dan dilanjutkan oleh para shahabat terutama khulafaur rasyidin dengan apa yang dicontohkan Nabi Saw dengan mengambil corak dan bentuk yang bervariasi. Tentang bentuk musyawarah yang tepat diserahkan kepada umat Islam nantinya karena tidak ada penjelasan definitif tentang bentuk konkrit musyawarah tersebut. Yang paling esensial adalah bagaimana cara agar umat Islam mampu melembagakan tradisi musyawarah ini dalam seluruh aspek kehidupan untuk memecahkan problematika umat.





















Fiqih Kelas XII, Semester 2

A.    Memahami hukum- hukum syar’i
Berikut beberapa definisi hukum syar’i (dalam kajian ushul fiqih) menurut ulama:Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah, muassis Hizbut Tahrir, dalam kitab beliau asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz 3:
Artinya: Seruan asy-Syari’ yang berhubungan dengan aktivitas hamba, berupa tuntutan, pemberian pilihan atau penetapan. (lihat asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz 3 halaman 37)
Syaikh ‘Atha Abu ar-Rasytah hafizhahullah, dalam kitab beliau Taysir al-Wushul ila al-Ushul:
Artinya: Seruan asy-Syari’ yang berhubungan dengan aktivitas hamba, berupa tuntutan, penetapan atau pemberian pilihan. (lihat Taysir al-Wushul ila al-Ushul halaman 9)
Syaikh ‘Abdul Wahhab Khallaf rahimahullah, dalam kitab beliau ‘Ilm Ushul al-Fiqh:
Artinya: Seruan asy-Syari’ yang berhubungan dengan aktivitas mukallaf, berupa tuntutan, pemberian pilihan, atau penetapan. (lihat ‘Ilm Ushul al-Fiqh halaman 100)
Syaikh Dr. Wahbah az-Zuhaili hafizhahullah, dalam kitab beliau al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh:
Artinya: Seruan Allah ta’ala yang berhubungan dengan aktivitas mukallaf, berupa tuntutan, pemberian pilihan, atau penetapan. (lihat al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh halaman 119)
Masih banyak definisi yang disampaikan oleh ulama lain di kitab mereka yang secara umum tidak jauh berbeda. Untuk kajian kita, kita akan memakai definisi yang disampaikan oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah.
Berikut sedikit penjelasan dari definisi yang disampaikan Syaikh an-Nabhani diatas:
1. asy-Syari’ maksudnya adalah Allah ta’ala. Disebut seruan asy-Syari’, bukan seruan Allah, adalah untuk menghindarkan kesalahpahaman bahwa seruan yang dimaksud cuma al-Qur’an. Yang benar adalah seruan tersebut mencakup al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’ Shahabat. Penjelasan lebih detail tentang hal ini akan disampaikan nanti, insya Allah.
2. Dikatakan “berhubungan dengan aktivitas hamba” bukan “berhubungan dengan aktivitas mukallaf” adalah untuk mencakup hukum-hukum seputar anak kecil dan orang gila, misalnya tentang zakat atas harta mereka.



Pembagian Hukum Syar’i
Dari definisi diatas, dapat kita pahami bahwa hukum syar’i terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
Pertama
Seruan asy-Syari’ yang berhubungan dengan penjelasan hukum atas aktivitas manusia berupa tuntutan dan pemberian pilihan. Ini dinamakan khithab at-Taklif.
Yang dimaksud dengan tuntutan adalah tuntutan untuk melakukan atau untuk meninggalkan, baik tuntutannya bersifat tegas atau tidak. Dan yang dimaksud dengan pemberian pilihan adalah manusia diperbolehkan memilihnya, melakukan atau meninggalkan.
Di bagian pertama ini akan dibahas tentang hukum-hukum atas perbuatan manusia, misalnya wajib, haram dan mubah dari sisi penjelasan tentang maksud dari wajib, haram dan mubah tersebut.
Kedua
Seruan asy-Syari’ yang menjelaskan perkara-perkara yang dituntut oleh hukum atas aktivitas manusia, yaitu perkara-perkara yang menentukan terwujudnya suatu hukum atau kesempurnaannya. Ini disebut khithab al-Wadh’i.
Jika di bagian pertama membahas tentang apa maksud dari “wajib”, maka bagian kedua ini akan membahas kapan hal yang “wajib” tersebut bisa terwujud. Penjelasan lebih lengkap akan disampaikan di tulisan-tulisan berikutnya.
B.     Memahami kaidah- kaidah usul fikih
Pengertian Ushul Fiqih
Ushul fiqih (أصول الفقه) tersusun dari dua kata, yaitu ushul (أصول) dan fiqih (الفقه).
Pengertian ushul (أصول) secara bahasa:
Ushul (أصول) merupakan jamak (bentuk plural/majemuk) dari kata ashl (أصل) yang berarti dasar, pondasi atau akar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim [14]: 24)
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah di kitab beliau, asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz 3, menyatakan bahwa arti ashl (أصل) secara bahasa adalah perkara yang menjadi dasar bagi yang lain, baik pada sesuatu yang bersifat indrawi seperti membangun dinding di atas pondasi, atau bersifat ‘aqli, seperti membangun ma’lul diatas ‘illah dan madlul diatas dalil.
Pengertian fiqih (الفقه) secara bahasa:
Fiqih (الفقه) secara bahasa berarti pemahaman (الفهم). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
Artinya: “dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka memahami perkataanku (QS. Thaha [20]: 27-28)
Pengertian fiqih (الفقه) secara istilah:
Fiqih (الفقه) menurut istilah mutasyarri’in (ahli syari’ah) adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif yang digali dari dalil-dalil yang terperinci (العلم بالأحكام الشرعية العملية المستنبطة من الأدلة التفصيلية). Ruang lingkup fiqih terbatas pada hukum-hukum yang bersifat aplikatif dan furu’iy (cabang) dan tidak membahas perkara-perkara i’tiqad (keyakinan).
Syaikh Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah memberikan definisi yang sedikit berbeda tentang fiqih (الفقه), yaitu: mengenal hukum-hukum syar’i yang aplikatif melalui dalil-dalilnya yang terperinci (معرفة الأحكام الشرعية العملية بأدلتها التفصيلية). Beliau menggunakan kata ma’rifah dan bukan ‘ilm untuk mencakup makna ‘ilm dan zhann sekaligus karena hukum-hukum fiqih kadang bersifat yaqiniy (pasti, menghasilkan ‘ilm) dan kadang zhanniy (dugaan, menghasilkan zhann).
Untuk kajian kita, kita memakai istilah yang pertama.
Pengertian ushul fiqih (أصول الفقه):
Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah: kaidah-kaidah yang dengannya bisa dicapai istinbath (penggalian hukum) terhadap hukum-hukum syar’i dari dalil-dalil yang terperinci.
Menurut Syaikh ‘Atha Abu ar-Rasytah hafizhahullah: kaidah-kaidah yang diatasnya dibangun ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif yang digali dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Menurut Syaikh Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah: ilmu yang membahas tentang dalil-dalil fiqih yang bersifat ijmaliy (global/umum), tatacara mengambil faidah (hasil pemahaman) darinya dan keadaan mustafid (orang yang mengambil faidah). Yang dimaksud dengan mustafid pada definisi ini adalah mujtahid.
Menurut Dr. Wahbah az-Zuhaili hafizhahullah: kaidah-kaidah yang dengannya seorang mujtahid bisa mencapai istinbath (penggalian hukum) terhadap hukum-hukum syar’i dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Menurut Syaikh ‘Abdul Wahhab Khallaf rahimahullah: ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dengannya bisa dicapai pengambilan faidah terhadap hukum-hukum syar’i yang bersifat aplikatif dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Semua definisi diatas bisa digunakan untuk mendefinisikan ushul fiqih.
Ruang Lingkup Ushul Fiqih
Ruang lingkup pembahasan ushul fiqih terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Hukum syar’i dan hal-hal yang berkaitan dengannya
a.       Pembahasan tentang al-Hakim
b.      Khithab at-Taklif
c.       Khithab al-Wadh’i
d.      Qa’idah Kulliyyah
2. Dalil dan hal-hal yang berkaitan dengannya
a.       Dalil-dalil syar’i
b.      Sesuatu yang diduga sebagai dalil, padahal bukan dalil
c.       Pembahasan tentang bahasa Arab
d.      Pembahasan tentang al-Qur’an dan as-Sunnah
3. Ijtihad dan hal-hal yang berkaitan dengannya
a.       Pembahasan tentang ijtihad
b.      Pembahasan tentang taqlid
c.       Pembahasan tentang tarjih













1. asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz 3, karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Penerbit Daar al-Ummah, Beirut-Libanon (ebook)
2. Taysir al-Wushul ila al-Wushul, karya Syaikh ‘Atha Abu ar-Rasytah, Penerbit Daar al-Ummah, Beirut-Libanon (ebook)
3. al-Ushul Min ‘Ilm al-Ushul, karya Syaikh Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin, Penerbit Daar al-Iman, Iskandariyah (ebook)
4. ‘Ilm Ushul al-Fiqh, karya Syaikh ‘Abdul Wahhab Khallaf, Penerbit Maktabah ad-Da’wah al-Islamiyah, Syabab al-Azhar (ebook)
5. al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, karya Dr. Wahbah az-Zuhaili, Penerbit Daar al-Fikr, Damaskus-Suriah (ebook)
6. Studi tentang Ushul Fiqih (terjemahan), karya Iyad Hilal, Penerbit Pustaka Thariqul Izzah, Bogor (buku cetak)
7. Ushul Fiqih (Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara Komprehensif), karya Firdaus, Penerbit Zikrul Hakim, Jakarta (buku cetak)
8. Ushul Fiqih 1 (Untuk Fakultas Syariah, Komponen MKDK), karya Drs. Chaerul Uman, dkk, Penerbit Pustaka Setia, Bandung (buku cetak)












TELAAH ( PAI )
MATA PELAJARAN FIQIH

0 komentar:

Posting Komentar